Sabtu, 13 Juni 2009

PELATIHAN


LASKAR PELANGI

oleh : Muh. Husni
Haruna

Diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri,
bukuLaskar Pelangimenceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu
komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orangkecilini
mencoba memperbaiki masa depan dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di
sebuah lembaga pendidikan yang puritan. Bersebelahan dengan sebuah lembaga
pendidikan yang dikelola dan difasilitasi begitu modern pada masanya, SD
Muhammadiyah-sekolah penulis ini, tampak begitu papa dibandingkan dengan
sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka, para native Belitung
ini tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di
tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat
mereka.Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang
dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah
yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah
Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar
pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas
sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat
seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu
begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap
bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak,
bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji
guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras-sehingga para guru itu
terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul
sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian,
keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti
bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu
sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah
Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin
itu.Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas
anak-anak marjinal tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai
dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini.
Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan
gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan
guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan
mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga
mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua
guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar
Pelangi.Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu
laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban
mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang,
dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah
PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol
sekolah-sekolah PN.Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah
Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu
harus berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia
harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga
sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia. Native Belitong kembali dilanda ironi
yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya
dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya
dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.Meskipun awal tahun 90-an sekolah
Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai
diri sendiri tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang
diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi.
Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota
laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research
and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting
di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan
research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with
distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris. Semua itu, buah dari
pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak
Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau
mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.Banyak hal-hal inspiratif
yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan contoh dan membesarkan hati. Buku
ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang guru, kemiskinan dapat diubah menjadi
kekuatan, keterbatasan bukanlah kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu
memiliki definisi dan dimensi yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan
sekolah miskin Muhamaddiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali
tak berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu
kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa.


RINGKASAN CERITA FILM SANG PEMIMPI
DI SUSUN OLEH
Muh. Husni Haruna
SMA MUHAMMADIYAH
PANGKAJENE